Memaknai Kembali Kemanusiaan



71 Thaun Sudah Indonesia merdeka, nampaknya kasus kemanusiaan masih belum selesai, salah satunya adalah kasus Munir Said Thalib.
Tepat 12 tahun Munir Said meninggal, aktivis Hak Asasi manusia itu menghembuskan napas terakhir di pesawat Garuda Indonesia, dalam perjalanan tersebut Munir berangkat dari Bandar Udara Changi ke Belanda.
Di usia 38 Tahun, dia hendak melanjutkan studi Hukum di Utrecht Universiteit, ia tewas dengan racun arsenic menyarang dilambungnnya, sampai saat ini kasus Munir masih belum selesai.
Saya menilai hal ini wajib diperjuangkan, untuk sekedar berbicara kemanusiaan nampaknya memang sangat mudah tetapi bagaimana dengan pemaknaannya ?
Jika dimaknai secara lebih dalam kayanya ini sangat kompleks bahkan bias menyangkut pola tingkah laku kita sebagai manusia.
Apakah kita sudah pas atau cocok dipanggil manusia? Jika dikaitkan dengan tingkah laku kita sehari-hari. Lantas apa makna kemanusiaan yang sering kita obrolkan diwarung kopi, di hotel, di gedung DPR atau bahkan Istana Negara yang megah itu? Apakah sama arti kemanusiaan yang kita artikan selama ini? Apakah kemanusiaan itu bias berubah makna ketika kita membicarakannya di tempat yang berbeda?
Diakui atau tidak, saat ini terlalu banyak oknum yang mengatasnamakan kemanusiaan, entah sama atau tidak makna kemanusiaan tersebu, lebih jauhnya banyak orang yang berkepentingan yang mengatasnamakan kemanusiaan.
Sudah jelas manusia secara lahiriyah menyandang gelar sebagai manusia, bahwa manusia itu makhluk yang paling mulia diantara makhluk lainnya. Lantas kemuliaan yang kita sandang hari ini sudah sejauhmana kita perjuangkan? Sudah sejauh mana kita perthankan? Bahkan sudah sejauhmana kita kita cari kebenarannya bahwa manusia itu makhluk yang paling mulia ? apakah kita itu sudah merasa selesai begitu saja ketika memaknai manusia itu mulia?
Saya rasa tidak seringan itu dalam memaknai kemuliaan manusia, sadar atau tidak “kemuliaan” itu bias berubah menjadi “kehinaan” ketika kita tidak bias memaknai kemuliaan yang melekat di manusia. Tidak sedikit pula banyak sekali teori yang menjelaskan kemanusiaan. Contohnya teori marxis dalam dalam teori kelas sosialnya.
Dalam teori kelas sosial itu, apabila kita tidak bias memaknainya secara seksama, maka terdapat pertentangan antara kaum MISKIN dan Kaum KAYA. Nah, jika saya boleh berpendapat dalam kelas sosial tadi, yang harus kita perjuangkan itu bukan menghilangkan orang kaya. Sebab sudah sejak lama kaum Kaya dan miskin itu ada. Tetapi yang harus kita perjuangkan itu menghilangkan penindasan antar “Si Kaya” ke “Si Miskin”, coba kalau kita bayangkan “Si Kaya” bias menghargai “Si Miskin” atau sebaliknya “Pejabat” bias menghargai “Rakyat” . keduanya bias saling menghargai bias duduk sama rata berdiri sama tinggi. Kata kemanusiaan itu pasti akan terjaga, karena kejahatan atau penindasan terhadap kemanusiaan, merupakan ketidakmampuan, lebih spesifiknya “kemampuan” saling menghargai, apabila kita mampu saling menghargai pasti kemanusiaan yang sejati akan tercipta.    

Komentar