SIARAN PERS KELUARGA MAHASISWA KABUPATEN BANDUNG BARAT (KEMBARA)



Oleh: Ahmad Zaenudin
(Ketua Umum KEMBARA)
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas  laporan hasil pemeriksaan (LHP) tentang laporan keuangan pemerintah kabupaten bandung barat tahun 2015 dengan predikat WDP sungguh sangat mengcewakan masyarakat. Apalagi hasil ini merupakan yang keempat kalinya. Tentunya temuan ini bukanlah prestasi yang membanggakan, namun justru mengindikasikan masih buruknya kinerja aparatur pemerintahan kabupaten bandung barat menyangkut akuntabilitas keuangan yang dijalankan selama ini. Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) masih berkutat pada masalah yang sama seperti temuan tahun anggaran sebelumnya, laksana penyakit akut yang sulit untuk bisa disembuhkan.

Momentum ini harus dijadikan refleksi secara serius dalam kerangka menuntaskan reformasi birokrasi ditubuh pemerintahan kabupaten Bandung Barat sampai kepada akar-akarnya. Akar permalahannya berada pada mentalitas dan kultur birokrasi terutama unsur pejabat pemerintahan/Dinas (SKPD) yang tidak memiliki budaya kerja dengan prestasi untuk lebih baik. Terdapat beberapa catatan penting yang perlu disoroti dari mentalitas dan kultur birokrasi aparatur berikut pejabat daerah KBB:

Pertama, Akutnya budaya feodal dengan “mentalitas juragan”, Bukan kesadaran melayani kepada masyarakat/publik. Coba perhatikan sistem dan mekanisme kerja yang masih berbelit-belit dan saling lempar tanggung jawab antar unsur SKPD. Apalagi menyangkut pelayanan terhadap masyarakat umum. Terkecuali untuk melayani sesama “gegeden” yang berkantong tebal.

Kedua, nalar pejabat pemerintah KBB itu kebanyakan “nalar proyek”, mencari untung seperti pedagang atau pengusaha dalam menjalankan program yang dilaksanakannya. Ini bukan rahasia umum lagi. Seolah-olah “Setoran” mana yang lebih besar, pihak tersebut yang akan dilayani secara serius. Bukan standar kualitas dan acuan normatif yang dijadikan sandarannya. Ini merupakan bentuk “persekongkolan jahat” yang mengorbankan rakyat KBB. Implikasinya banyak diantara program-program pemerintah terutama infrastruktur publik, seperti jalan, sanitasi lingkungan dan bangunan sekolah banyak yang tidak selesai, mangkrak ditengah jalan salah satunya karena harus banyak setoran yang ditempuh para pengusaha termasuk mafia proyek yang gentayangan diseputar pemerintahan KBB.

Ketiga, Watak Asal Bapak Senang (ABS). Inilah salah satu penghambat terwujudnya reformasi birokrasi di pemda KBB. Tingkah laku birokrat yang tidak lagi dilandasi kemurnian panggilan tugasnya yang mulia untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan publik, namun lebih didominasi hubungan patron-klien.

Keempat, Faktor politik. Realita ini juga yang membuat birokrasi pemerintah KBB tidak sehat. Pengaruhnya jelas, birokrasi terkotak-kotak ke dalam berbagai kekuatan dan kutub-kutub politik yang ada, apalagi dalam menjelang perburuan Pilkada 2018 , yang mengakibatkan pelayanannya kepada publik melahirkan standar ganda antara loyal pada publik atau tunduk pada partai dan kekuatan politik yang mem-backup-nya, dan menjadi noda hitam pemberdayaan birokrasi adalah politisi yang mempolitisasi birokrasi pemerintah KBB. Tidak sedikit dalam lingkaran ini para mafia jabatan yang memanfaatkan kedekatan dengan Bupati.

Berpijak pada pemikiran di atas, Keluarga Mahasiswa Kabupaten Bandung Barat (KEMBARA), terkait dengan kondisi ini merasa perlu untuk menyampaikan hal-hal sebagai berikut:


    Kembara merasa prihatin dengan hasil WDP Pemerintah Kabupaten Bandung Barat karena hal ini menjadi catatan penting akuntabilitas keuangan daerah yang masih buruk;
    Mendesak Bupati dan Wakil Bupati Bandung Barat selaku pucuk pimpinan daerah untuk melakukan Revolusi Birokrasi secara menyeluruh sampai kepada akar-akarnya terutama menyangkut kultur dan mentalitas pejabat dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat;
    Mendesak Bupati dan Wakil Bupati Bandung Barat untuk bersikap tegas dengan memberhentikan kepada pejabat/kepala SKPD yang tidak memiliki prestasi dan kontribusi yang jelas bagi peningkatan kualitas pelayanan publik dan  kesejahteraan warga masyarakat sebagai perwujudan Panishment and reward, terutama dinas yang mengakibatkan hasil WDP BPK RI ;
    Mendesak Bupati dan Wakil Bupati Bandung Barat untuk melakukan rekrutmen pejabat SKPD secara transfaran berbasis kompetensi, profesionalisme dan prestasi kerja para aparaturnya, bukan karena faktor politik dan loyalitas semu apalagi titipan para mafia jabatan yang gentayangan di lingkaran dekat Bupati;
    Mendesak Pimpinan beserta anggota DPRD Kabupaten Bandung Barat menjalankan fungsi pengawasannya secara serius atas kinerja aparatur pemerintahan KBB dalam melakukan pelayanan publik;



Jika kondisi akut ini terus dibiarkan, hanya akan menanam akumulasi kekecewaan warga masyarakat Bandung Barat dan dengan sendirinya mendegradasikan kewibawaan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bandung Barat selaku pimpinan daerah.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan sebagai perwujudan rasa tanggungjawab dan kecintaan terhadap tanah air tumpah darah, sebagai bagian dari masyarkat kabupaten  Bandung Barat.**

Komentar