“Malam” dan “Siang”

https://www.google.co.id/search?q=malam+siang&source
Selalu saja kita perdebatkan perbedaan antara “malam” dan “siang”, banyak beragam orang yang memaknai arti dari pada “malam” dan “siang”, ada yang berpendapat malam itu gelap dipertegas dengan adanya bulan dan bintang lantas itu disebut “Malam”, malam itu waktunya manusia istirahat, apakah kita tidak bisa istirahat di waktu siang? Kalau ememang begitu apakah kita tidak boleh juga beraktifitas di malam hari? ada juga yang berpendapat “siang” itu tempat dimana manusia beraktifitas dan menjadi kehidupan diantara hidupanya manusia di alam bumi ini.

Yang lebih menariknya tidak sedikit manusia atau orang-orang yang berdebat memaknai arti “malam” dan “siang” tersebut. Bahkan bisa menjadi ajang permusuhan ajang saling menghujat satu sama lain. Para ahli bahasa para ahli yang lainnyapun ikut-ikutan untuk memaknai arti “malam” dan “siang”.

Tanpa mengetahui alasan yang sangat mendasar serta kenapa selalu perbedaan yang kita lihat itu diantara “malam” dan “siang” tanpa melihat satu sisi hal apa yang bisa menyatukan bahkan bisa menjadi penghubung diantara “Malam” dan “Siang”?

Berangkat dari pertanyaan tersebut saya meyakini bahkan saya percaya bahwa ada satu hal yang menjadi penghubung antara “malam” dan “siang”. Pernah gak kita berpikir diamnya “malam” dan “siang” itu berdampingan tidak bisa kita pisahkan bahkan kita tidak bisa menjauhkan antara “malam” dan “Siang”. Kalau keyakinan kita sama, kita ibaratkan antara “malam” dan “Siang” itu ke dua buah gunung yang berdekatan. Kita harus telusuri bersama bahwa sebuah gunung yang berdekatan pasti ada penghubung baik itu bisa berupa jembatan atau berupa apapun itu yang bisa menghubungan antara gunung yang satu dengan gunung yang lain.

Padahal kalau kita berpikirnya simpel bicara “malam” dan “siang” itu semuanya kita lalui, semuanya kita lewati, bahkan para leluhur kita memberikan penangkal bahkan obat untuk melewati dua kalimat itu dengan pepatah : 

“Lamun Poek Aya Obor, lamun Le’eur aya iteuk, Jeung lamun Hujan Aya Payung” (Kalau Gelap ada Senter/Api, Kalau Licin ada tongkat dan kalau Hujan Ada Payung).

Kalau berangkat dari pepatah tadi kenapa kita risaukan malam hari kenapa kita takuti hujan semuanya itu ada alat dmana kita bisa mengamankan diri kita masing-masing dari marabahaya.

Tapi janganlah kita terheran-heran kita hidup di Negara Utopis di negara yang mana manusianya itu mempunyai banyak karaklter, watak dan sifat. Makanya harus kita banggakan harus kita syukuri kita hidup di tengah-tengah perbedaan yang meberikan banyak sekali pembelajaran yang kita dapatkan. Dengan adanya perbedaan minimal kita bisa belajar untuk bijaksana dengan adanya perbedaan minimal ruang-ruang berpikir kita itu menjadi terbuka dan luas. Yang tidak boleh itu kita hidup ditengah-tengah ramainya perbedaan jenis kelamin kita itu tidak jelas itu yang sangat bahaya.

ini hanya sebuah cerita dmana lahir dari segelas kopi hitam yang menemani panjangnya malam minggu, tidak ada maksud untuk mempersempit ruang berpikir dari yang lain juga. Tapi aada manfaat yang luar biasa ketika kita banyak perbedaan, karena dengan adanya perbedaan minimal kita bisa belajar untuk bijaksana. Jadi jangnlah kita merasa takut sedikitpun untuk melalui dua kata “Malam” dan “Siang” justru harus sebaliknya kita harus takut tidak bisa melewati lagi “malam” dan “Siang”.

Komentar