Beberapa puluh kilometer dari pusat sebuah kota terdapat satu peradaban yang sangat tertata serta sangat dingin sekali suasananya, dingin dalam arti bukan cuek atau acuh, melainkan dingin untuk menyejukan suasana diri dari tekanan baik itu politik ataupun social kultur lainnya.
Berangkat dari pusat kota mengarah kesebelah selatan bahwa ada salahsatu bukit yang memang penghuninya tidaklah banyak, melainkan Cuma beberapa rumah. Dan bagiku rumah itu melebihi istana atau gedung yang layaknya suka di isi oleh kaum kolomerat. Rumah itu sederhana bangunannya juga malahan ketik disapa oleh segerombolan air hujan pun rumah itu langsung bocor.
Yang menjadi pertanyaan besar siapa yang ada dalam rumah tersebut, hanya dua perempuan yang memang banyak sekali memberikan pelajaran kepadaku terutama pembelajaran mengenai pentingnya memaknai hidup.
Tidaklah semudah apa yang kita pikirkan, karena yang namanya menjalani kehidupan itu penuh dengan lika-liku jangan dikira hidup itu Cuma makan, minum lalu tertawa bersama, ternyata tidaklah segampang itu.
Saya banyak sekali digubuk itu belajar bagaimana tata cara menjalani hidup dizaman seperti sekarang ini. Tetapi dengan kuatnya doktrin dari gubuk itu membuatku selalu berusaha dalam mempertahankan hidup ini.
Kita belajar bertanggungjawab, kita belajar memaknai setiap gerak gerik langkah kita karena tidak hanya di dunia ini kita akan hidup melainkan nanti akan adanya kehidupan setelah hidup.
18 Februari 2018
Komentar
Posting Komentar