Kata itulah yang sering kali kita dengar dan menjadi motivasi yang sangat luar biasa dikalangan aktivis yang memang mempunyai loyalitas dan idealisme yang sangat tingi di organisasinya. Terkadang kata tersebut sering pula bergumam dan dilantunkan dalam ruang-ruang demonstrasi mahasiswa, tapi sayangnya itu dulu. Sekarang kemana?
Bukan berarti menjustifikasi tetapi memang realita dan kenyataan lah yang membuat kata tersebut seakan hilang ditelan bumi, karena tidak sedikit hari ini kaum-kaum intlektual dikalangan mahasiswa seakan “dininabobokan” oleh susasana yang seakan-akan suasana itu membuat nyaman.
Dalam sebuah organisasi banyak sekali siklus yang harus dilalui bahakan dilewati dengan cara-cara yang tidak wajar serta tidak masuk akal atau bisa dikatakan sangat gila. Tetapi tidak sedikit pula ketidak wajaran, kegilaan tersebut melahirkan atau menciptakan karakter yang sangat berkualitas, kenapa kegilaan bisa membuat karakter kita berkualitas dalam organisasi, sebab tidak semua mahasiswa yang aktif dalam sebuah organisasi mempunyai mental yang kuat, mempunyai keberanian yang sangat liar bahakan banyak juga ketika berbicara masalah organisasi hanya memandang dengan sebelah mata.
Hal tersebut sangatlah miris apabila kita menengok sedikit kebelakang para pejuang kita yang memang sampai tertatih-tatih dalam merjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Padahal kan yang namanya pemuda merupakan cikal bakal penerus tahta, cikal bakal yang memegang kekuasaan kedepannya. Sayangnya hanya sedikit orang yang sadar akan semua itu.
Rintangan dan tangtangan dalam sebuah organisasi memang sangat sukar untuk kita lalui bahkan kalau secara keinginan serta mentalitasnya lemah tidak sedikit pula orang yang menobatkan dirinya untuk mengundurkan diri dari sebuah organisasi, tapi saya ingatkan, jangan sesekali kita mundur dalam sebuah perjuangan organisasi karena apabila kita merasa putus asa dalam perjuangan itu menandakan kapasitas diri kita sangatlah lemah, sangatlah hina, apabila saya boleh menganalogikan orang yang mundur dalam perjuangan organisasi “kehinaan” nya itu “seperti bangkai yang di bawa oleh seekor anjing”, jangankan dijual ataupun orang yang ingin membelinya, dikasih pun tidak akan ada yang mau menerimanya. Hal itu menandakan matang atau tidaknya seseorang secara kapasitasnya. Mempunyai arti lain juga apabila seseorang tidaklah matang atau setengah-setengah dalam sebuah organisasi itu serba tanggung. Apabila hal itu terjadi dalam sebuah organisasi khususnya kemahasiswaan, lantas siapa yang akan meneruskan atau melantunkan kata “MATI TERTINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN” itu? Siapa yang akan menularkan nilai-nilai sebuah organisasi? Siapa yang akan melanjutkan estafeta kepemimpinan dimasa depan? Dan siapa yang akan menjaga bangsa dan negera ini?.
Para pemegang kekuasaan telah sukses meninabobokan rakyatnya, terutama pada generasi muda
BalasHapusBeragam zona nyaman telah banyak disuguhkan, kemudahan dalam mencari informasi telah disediakan bahkan melalui pendidikan seakan mereka dicetak untuk siap bekerja
Berangkat dari gagasan paulo freire bahwa pendidikan yang disuguhkan terhadap peserta didiknya tergantung kepada gaya pendidikan yang dipakai.
Pendidikan gaya bank yang banyak di terapkan di lembaga pendidikan mencetak insan-insan untuk beradaptasi dengan dunia yang ada, menciptakan manusia yang berperilaku seperti mesin. Kurang kritis terhadap keadaan yang ada.
Selain itu ada yang namanya pendidikan gaya hadap masalah, terjadi interaksi dialogis antara pengajar dengan peserta didik dimana pengajar hanyalah seorang fasilitator pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan tetapi ada kalanya menjadi murid dari peserta didiknya.
Hubungan antara pengajar dan peserta didik adalah sama sebagai subjek-subjek dalam pendidikan dan realitas sebagai perantaranya
Berbeda dengan pendidikan gaya bank yang antidialogis dimana seorang tenaga pengajar mutlak memberikan pengetahuan terhadap peserta didiknya dan mereka enggan untuk menerima pengetahuan dari peserta didiknya.
Hal tersebut jelas berpengaruh terhadap daya nalar kritis para peserta didik dimana pendidikan gaya bank hanya menciptakan manusia yang beradaptasi dengan dunianya, akan tetapi pendidikan hadap masalah menciptakan manusia yang kritis karena seringnya dihadapkan dengan permasalahan dan mampu menganalisa serta mengkritisi kehidupan demi memperbaiki dunia lebih baik lagi serta menghilangkan paham prostatusquo demi menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Selain dari gaya pendidikan yang digunakan, pelarangan terhadap organisasi ekstra kampus yang terjadi di beberapa universitas sampai kepada penciptaan mitos-mitos yang menjauhkan mereka dari dunia organisasi, belum lagi pelarangan bacaan kritis sampai argumen kritis di ruang -ruang pembelajaran kampus yang konon katanya kampus adalah ruang bebas berfikir akan tetapi das solen memang selalu berbeda dengan das sein.
Terlebih lagi faktor internal dari individu tersebut, kemalasan membaca buku apalagi buku-buku pemikiran, gadget mewah yang disuguhkan dengan berbagai macam kenikmatan sampai melupakan waktu dan keadaan sekitar juga tidak tersedianya atau enggannya untuk masuk dalam ruang-ruang diskusi menjadikan zona-zona kenyamanan dan enggan untuk ditinggalkan
Ini merupakan tugas kita bersama, selain menyelamatkan diri kita sendiri dari kenyamanan yang membuat kita jauh dari kekritisan terhadap kehidupan, juga memiliki kewajiban untuk menyelamatkan mereka yang sedang berlayar di tengah kenyamanan kehidupan.
Kita mulai dari diri kita sendiri, menyelamatkan diri kita melawan ketertindasan yang ada dalam diri kita setelah itu perlahan kita menyelamatkan saudara kita, jangan sampai kita melakukan pembebasan terhadap saudara kita sementara kita masih tertindas oleh diri kita sendiri
~Dibenci karena melakukan pembebasan atau dicintai karena mengamini penindasan~
Mantapppppp,,sepakat
BalasHapusKerenn
BalasHapus