Akankah tanggal “17 April 2019” ini selalu akan di ingat oleh semua orang? Karena pada tanggal tersebutlah semua golongan, kalangan,suku, ras, agama, tua, muda yang sudah mempunyai hak untuk menentukan nasib Negeri ini pasti ikut merasakan atmosfer atau suhu politik yang berkembang itu seperti apa dan siapa saja yang berperan bahkan sekasligus secara tidak langsung menjadi saksi bagi para pejuang demokrasi yang sudah terlebih dahulu meninggalkan kita semua hanya karena telah memperjuangkan bahkan mempehatikan serta menjaga hak seseorang dalam melaksanakan perhelatan akbar pesta demokrasi di Negeri kita saat ini.
Banyak ahli dan banyak pakar yang selalu mengeluarkan hasil analisis atau kajian-kajiannya mengenai perhelatan akbar pesta demokrasi ini. Bahkan tidak sedikit pula actor-aktor politik yang hanya mengangkat isu kecurangan-kecurangan, dan tak habis pikirnya ada juga yang selalu menyalahkan dari sisi penyelenggaraan pemilu seperti ini. Tetapi yang saya rasakan bahkan sering terlintas dalam pikiran saya rasa “heran”, orang-orang dibawah mempertaruhkan keberlangsungan pemilu tahun ini apa saja dilakukan bahkan sampai-sampai menaruhkan nyawa demi keberlangsungan demokrasi ini, tapi orang-orang atau kaum elit politik yang berada diatas hanya bisa menyampaikan berita-berita saling “mengklaime” satu sama lain, seolah-olah tidak ada sisi kemanusiaannya ketika melihat realita yang terjadi di kalangan bawah, baik pendukung, penyelenggara dan pihak-pihak keamanan.
Dikatakan “ngeri” memang sangat ngeri ketika melihat realita yang terjadi serta apabuila melihat sistem yang seharusnya dilakukan oleh seorang penyelenggara baik dari tataran pusat, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa dan sampai tingkatan TPS. Sangatlah rumit sangatlah menantang bahkan sangatlah melelahkan, makanya bagi saya rasional (masuk logika) ketika hari ini pasca terjadinya tanggal 17 April 2019 khususnya dari pihak penyelenggara banyak sekali nyawa yang menjadi taruhannya.
Kembali lagi dari sisi dimana para actor politik yang memang sebuah keniscayaan dalam perhelatan demokrasi ini terjadi bentrokan-bentrokan antar pendudkung, atau peserta dan penyelenggara yang harus menjadi evaluasi bersama. Karena apabila sistem yang diterapkan hari ini masih dipakai untuk 5 tahun kedepan pertanyaannya sederhana, berapa nyawa lagi yang harus kita korbankan?
Kembali lagi keawal, apabila nanti ketika kita menghadapi tanggal “17 April” apa yang terlintas dibenak kita? Kalau saya boleh mengutarakan apa yang akan terjadi atau terlintas dibenak kita semua ketika kita melewati tanggal “17 April” itu ada beberapa kemungkinan, yang pertama apabila saya berangkat dari sudut pandang seorang penyelenggara, yang dahulu saya ingat bahwa pada tanggal “17 April” ini telah terjadi peristiwa yang sangat luarbiasa dalam menentukan arah 5 tahun kedepan bangsa ini, telah terjadi sesuatu yang dirasa luar biasa, dengan adanya sistem pemilu yang sangat rumit ini orang-orang bangsa ini masih bisa fokus mendiskusikan keberlangsungan Negara. Yang selanjutnya ketika saya berangkat dari sisi penyelenggara ketika teringat tanggal “17 April” ini selain mencetak sejarah kita belajar bagaiamana sebuah pengorbanan yang diberikan oleh sahabat-sahabat, pahlawan-pahlawan demokrasi yang sampai meneteskan bahkan nyawanya menjadi taruhan dalam keberlangsungan pemilu tahun 2019 ini. Akan banyak yang te
rlintas dalam benak ini ketika teringat tanggal 17 April 2019 ini. Mungkin bisa berbeda apa yang dirasakan penyelenggara dengan apa yang dirasakan oleh keluarga sahabat kita yang ditinggalkan, ketika mengingat 17 April ini bisa jadi yang terlintas itu adalah duka, bukan hanya peristiwa sejarah tetapi berusaha “merelakan” dan mengikhlaskan anggota keluarganya yang terlebih dulu pergi.
Persoalan banyaknya pahlawan demokrasi yang sangat luarbiasa mendahului kita, saya rasa bukan persoalan yang sepele, ini bukan persoalan “kenapa kelelahan”, kenapa bisa meninggal, mana buktinya karena menjadi penyelenggara beliau bisa wafat, bukan persoalan itu menurut saya, tapi ini soal kemanusiaan, terlepas meinggalnya ketika pelaksanaan, atau sessudah pelaksanaan terlepas takdir atau kebetulan, tapi perlu kita pertegas ini persoalan “kemanusiaan”. Kenapa ini persoalan kemanusiaan lantas siapa yang harus bertanggungjwab? Bagi saya “Ngeri”, disisi lain kita selaku warga Negara menganggap “Pemilu” itu adalah pesta demokrasi, “Hajatnya sebuah Negara”, apa yang kalian bayangkan disebuah Pesta di sebuah Hajat itu terdapat Koorban? Apakah kita hanya santai-santai saja memperhatikan siapa yang harus bernyannyi dan harus tampil saja dalam pesta tersebut? Apakah kita tidak memperdulikan, kita hanya memperhatikan “Kue” saja untuk dijadikan santapan serta menjadikan ganjal rasa lapar kita?, smentara sahabat-sahabat y
ang menjadi panitia dalam pesta tersebut menaruhkan nyawanya demi keberlangsungan, kemegahan pesta tersebut mewah, megah dan berjalan lancar? Terlalu naïf apabila hal itu terjadi.
Mungkin ini hanya sepenggal catatan yang dimana catatan ini bisa menjadi arsip bagi saya, dan menjadikan bukti kecil bahwa pada tanggal 17 April 2019 telah terjadi peristiwa yang sangat luar biasa, dan biar catatan ini menjadi gerbang informasi dimassa depan jangan sampai pengorbanan-pengorbanan pahlawan demokrasi ini dilupakan, jangan sampai sejarah itu dipalsukan.
Mari kita menundukan kepala kita semua untuk mendo’akan ratusan pahlawan yang telah gugur dalam perhelatan hajat demokrasi bangsa ini, merekalah yang mempunyai jasa, merekalah yang mempunyai semangat dalam menyukseskan demokrasi bangsa ini.
Pengorbanan kita belum seberapa apabila dibandingkan dengan pengorbanan mereka, kita mengawal demokrasi ini hanya bisa meninggalkan keluarga, anak istri dirumah sementara, tetapi mereka meninggalkan keluarga, anak, istri bahkan bangsa ini untuk selamanya.
Terimakasih sahabat
Tanpa jasamu apa artinya demokrasi ini
Bahkan lebih menyadarkan lagi
Untuk sebuah kesejahteraan
Untuk sebuah perdamaian
Untuk sebuah kehormatan
Untuk sebuah tatanan sosial
Untuk sebuah tatanan politik
Perlu adanya pengorbanan
Saya meyakini
Dan saya bersaksi
Demi bangsa dan Negara
Kalian adalah “Pahlwan Demokrasi”
Bukan “Korban Demokrasi”
---{Monz}---
08 Mei 2019
Komentar
Posting Komentar