AKU INGAT BUNG...!!!!!!!



Termenung ditengah sepinya malam yang menjelang pagi, tak tersengaja bayangan sosokmu terlintas dalam samudra pikiranku, darimulai sosok ketegasan, perkataan serta keharuman namamu yag sempat aku ketahui, sayangya kita hidup diantara dua zaman, dirimu hidup dizaman dimana bangsa ini menemukan kejayaan sedangkan diriku hidup dimana zaman yang  sudah mengarah terhadap kemerosotan moral yang detik demi detik semakin merosot.

Hatiku berasa dan otakku berpikir, mengenalimu lewat berbagai macam buku  yang dibingkis melalui tulisan-tulisan indah membuatku sangat mengagumimu, seandainya hidup kita itu sama zamannya pasti aku akan sangat-sangat kagum padamu.

Ketegasanmu yang diceritakan melalui torehan tinta saja membuat saya hanyut dan luluh dalam kerasnya samudra pikiranku, kenapa kau tidak hidup se-zaman denganku? Ketika semuanya beranggapan bahwa sejarah selalu dibohongkan oleh para penguasa negeri ini, ketika mendengar namamu saya tidak pernah merasa ragu bahwasanya dirimu benar-benar sosok yang mempyunyai karismatik yang sagat luar biasa.

Aku pernah membaca kisahmu ketika dibalik jeruji besi, tak sedikitpun dirimu itu gentar serta takut oleh teror-teror yang semakin hari-semakin kencang olehmu rasakan, perjuanganmu dalam memerdekakan bangsa ini tidaklah diragukan lagi, berbeda dengan hari ini perjuangan sedikitpun ingin rasanya diakui oleh dunia, padahal perjuangannya masih sangat jauh dengan perjuanganmu dulu.

Pidatomu lantang diatas mimbar dengan nada tegas serta semua manusia yang ada di bumi petiwi itu gemetar, tersulut serta kobaran semangatnya muncul, totalitas dan loyalitas untuk bangsa ini sangat luar biasa, berbeda dengan pidato hari ini, banyak sekali kebohongan-kebohongan yang ditularkan untuk generasi kedepannya, sehingga hari ini bangsamu itu kelimpungan.

Bahkan yang lebih luarbiasanya lagi kebohongan itu dijadikan tontonan oleh masyarakat, dimulai di mimbar sampai panggung kebohongan itu dijadikan tema pembicaraan yang sangat terstrukur, jika semua orang diajarkan untuk berbohong maka semuanya tidak akan mengenal apa yang dinamakan kebenaran.

Terbayang dibenaku ketika kehidupan dizamanmu tua muda, putra putri, semuanya ikut mengangkat senjata, ketika dirimu menekan tombol perlawanan semuanya tidak banyak diskusi tidak banyak muluk-muluk tidak banyak basa-basi langsung hantam dengan hati dan keyakinan yang sangat luar biasa, hari ini hampir mirip cuma ada yang berbeda bung, hari ini kebanyakan diskusi sambil dipertontonkan kepada rakyat jelata dan yang lebih mirisnya lagi diskusi itu bukan saling tukar pendapat melainkan saling caci maki dengan saudara sendiri, yang didapat bukanlah muncul jalan tengah atau solusi melainkan benci dan caci maki.

Zaman dulu ketika ada perdebatan satu sama lain apalagi saudara sebangsa pasti olehmu direlai dan dihentikan, tapi hari ini bung yang debat itu dipertontonkan bahkan yang debat itu difasilitasi dengan alasan keterbukaan padahal sejatinya memperlihatkan kebobrokan dan kebodohan kepada seluruh dunia.

Zaman dulu semua teriak ingin “Merdeka” tapi hari ini kemerdekaan hanya dirasakan oleh orang yang pandai melakukan ackrobat dan drama dibangsa ini, teriakan “Merdeka” itu tidak sama halnya pada zamanmu Bung, teriakan ingin kita merdeka itu hanyalah diteriakan oleh segelintir rakyat jelata yang tidak tahu apa-apa, rakyat jelata yang setiap harinya diberikan kabar-kabar sorga yang didalamnya penuh dengan kebohongan, mirisnya lagi saking sering diberikan kabar kebohongan kaum kecil itu sudah terbiasa menerima kebohonganya sehingga mata hati untuk melakukan kritik terhadap para pemegang kebijakan itu tenggelam kedalam dasar kesakitan yang sangat luar biasa.  

Pengabdianmu untuk bangsa ini tidak kita ragukan lagi, pengabdianmu tulus meskipun beberapa kali dirimu diasingkan oleh para penjajah bangsa ini, melainkan yang dinamakan pengabdian zaman sekarang tidaklah luput dari meminta dan meminta imbalan dengan dalih tidak ada perjuangan yang digratsikan tidak ada perjuangan yang dilakukan secara poya-poya melainkan perjuangan hari ini itu tertumpu pada angka yang berbaris diatas kertas mewah.

Zamanmu dulu semua masyarakat bersatu semua pemuda bersatu semua organisasi bersatu untuk mewujudkan bangsa ini mencapai kemerdekaan tidak pandang bulu tidak pandang suku, ras, golongan yang terbingkis dalam satu tujuan yaitu kemerdekaan, tapi hari ini jangankan mempunyai keinginan bersatu, jangankan membicarakan tujuan yang sama, disuruh berkumpul untuk menentukan arah bangsa ini pun tidak sudi, hanyalah kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan saja yang dimunculkan hanyalah ke-Aku-an saja yang dicari tidak lagi rakyat jelata itu mengenal apa yang disebut kebersamaan, solidaritas itu hanyalah angina lalu, semuanya mempunyai cara untuk “menjarah”, tetapi cara tersebut digunakan untuk “menjarah” kekayaan bangsa ini secara pribadi dan golongan, merampas semua kekayaan yang ada dibangsa ini.

Dulu ketika dirimu berkumpul dan merumuskan menjelang pembacaan naskah proklamasi semuanya berduyun-duyun semuanya saling memegang tangan secara erat semuanya saling bahu-membahu satu sama lain sampai naskah tersebut lantang kau suarakan, hari ini berbeda hanyalah merumuskan dan memusyawarahkan mana bagianku, mana bagianmu, hanya berkutat dimana tertumpu pada keuntungan semata, dulu yang disuarakan olehmu secara lantang yaitu naskah proklamasi hari ini yang dibeberkan itu hanyalah hutang-piutang bangsa ini, kekayaan melimpah tapi kekayaan yang mana yang melimpah apabila yang dibicarakan masih berkutat pada apa yang namanya “Hutang”.

Bung…aku rindu sekali sosokmu, bangsa ini masih butuh akan sosokmu yang luar biasa, semoga saja saya masih bisa serta terus menerus mengingat sosokmu supaya saya lupa caranya sakit dalam menghadapai tantangan di zaman ini, Aku akan selalu ingat Bung…!!!!!!!


---{MONZ}---
Permata
03 September 2019

Komentar